Kertas Ujian Kita Masing-Masing
Setiap manusia yang lahir ke dunia ini, Allah bekali dengan “kertas ujian” masing-masing. Tidak ada yang luput. Setiap kita membawa soal-soal kehidupan yang telah disesuaikan dengan kapasitas dan kemampuan diri. Unik, berbeda, dan tidak bisa dibandingkan antara satu dan lainnya.

Namun sayangnya, kita sering tidak sadar. Alih-alih fokus mengerjakan soal sendiri, kita justru sibuk melirik lembar ujian orang lain. Kita merasa soal mereka lebih mudah, perjalanan mereka lebih mulus, nasib mereka lebih beruntung. Hati pun mulai bertanya, “Kenapa hidupku seperti ini, sementara dia tampak begitu bahagia?”
Padahal, apa yang tampak di luar tak selalu mencerminkan yang sebenarnya.
Orang yang terlihat tersenyum, belum tentu tidak sedang menahan luka.
Orang yang tampak kuat, bisa jadi sedang lemah dan hampir jatuh.
Orang yang sering tampil bahagia, barangkali hanya lebih pandai menyembunyikan kesedihan.
Hidup ini, kalau boleh diibaratkan, seperti sebuah rumah. Kita bisa saja terpukau oleh pintu depannya yang besar dan berlapis emas. Tapi siapa yang tahu isi di dalamnya? Mungkin kusam, penuh debu, atau bahkan sedang porak-poranda.
Begitu juga dengan kehidupan manusia. Kita hanya melihat sepotong. Kita hanya menilai dari yang tampak. Kita lupa bahwa setiap orang sedang berjuang dengan ujiannya masing-masing.
Sebagian diuji dengan ekonomi. Sebagian diuji dengan kehilangan. Sebagian diuji dengan kesehatan. Dan sebagian lagi diuji dengan hati yang tak kunjung tenang meskipun semua nikmat dunia sudah digenggam.
Lalu kenapa kita harus iri?
Apakah kita lupa bahwa Allah tidak akan pernah membebani seorang hamba, kecuali sesuai kemampuannya?
Sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Baqarah ayat 286:
لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
Kita harus percaya bahwa kertas ujian kita adalah yang terbaik untuk kita. Mungkin tidak menyenangkan. Mungkin menyakitkan. Tapi di situlah letak rahmat dan pelajaran. Ada sisi lain dari setiap musibah yang belum tentu langsung bisa kita pahami.
Masalahnya sering kali bukan pada soal yang terlalu sulit, tapi karena kita terlalu sibuk menginginkan kertas orang lain. Kita sibuk membandingkan. Kita lelah karena ingin jadi seperti orang lain, padahal tugas utama kita adalah menjadi versi terbaik dari diri sendiri.
Mari kita mulai belajar bersyukur. Mari kita latih diri untuk fokus pada apa yang bisa kita kerjakan hari ini. Mari kita kerjakan soal kita sendiri, dengan sabar, dengan doa, dan dengan keikhlasan yang terus dirawat hari demi hari.
Sebab hidup ini bukan perlombaan untuk menjadi yang paling menonjol, tapi perjalanan untuk tetap bertahan, tetap waras, dan tetap taat di tengah lika-liku ujian yang ada.
Saat kita merasa hidup orang lain lebih mudah, lebih tenang, lebih nyaman—ingatlah:
Mereka mungkin sedang tersenyum di balik air mata.
Mereka mungkin sedang berdiri di atas luka yang tak tampak.
Dan mereka pun mungkin sedang iri kepada kita, tanpa kita tahu.
Fokuslah pada kertas ujianmu. Kerjakan dengan sebaik mungkin. Jangan buang waktu menyesali soal yang tidak kau miliki. Karena di akhirat nanti, Allah tidak akan menanyakan bagaimana hidup orang lain, tapi bagaimana kita menyelesaikan ujian yang kita bawa sendiri.